Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Obrolan Sederhana “Pedagang Kecil”

EKONOMI KREATIF – Maaf saya menyebut mereka “Pedagang Kecil”. Bukan maksud mengecilkan peran dan kedudukan mereka dalam ekonomi atau status sosial. Tetapi hanya mengidentifikasi. Dalam termonoogi sosial kita seringd dengar misalnya rakyat VS pejabat, ekonomi kuat VS ekonomi lemah, pedagang besar vs pedagang kecil dan lain sebagainya.

Kisahnya, usai shalat duhur di masjid komplek yang saya tinggali, seperti biasa saya membawa anak usia 4 tahun untuk ikut ke masjid. Usai shalat, sikecil suka minta jajan cilok. Sebuah makanan khas Jawa Barat terbuat dari aci yang dicolok (Cilok).

Kaki Lima (ilustrasi)

Bukan hanya tukang cilok yang mangkal di halaman masjid. Padagang lain biasa mangkal di situ, seperti tukang cireng, tukang minuman segar dan es, bakso dan makanan ringan lainnya. Mereka menunggu jamaah masjid yang banyak pegawai konveksi, istirahat, shalat sambil makan siang di teras masjid tersbut.

Sambil menunggu mereka ngobrol ngaler ngidul. Umumnya yang menjadi obrolan hangat seputar pendapatan hariannya. Ada yang mengeluh ada yang unjuk gigi, hari ini dagangannya cepat laku.

Salah satu tukang es tusuk menyebutkan, ia punya tips jualan dengan cara keliling ke setiap gang. Dengan sepeda motornya, setiap gang dia masuki sehingga wilayah yang dia jelajahi tidak terlalu luas. Cukup beberapa kompleks atau perkampungan saja, dia sudah menghabiskan dagangannya.

Masih kata tukang es tusuk, temannya  memiliki strategi berbeda dalam menjual es. Yakni memilih mangkal di sekolahan karena banyak anak-anak. Kalau waktu sekolah habis, memilih keliling dengan wilayah yang tidak menentu.

Dengan strategi yang dia jalankan menurut obrolan itu, ia merasakan hasil. Meski wilayah tidak jauh dijelajahi untuk menawarkan dagangannya, jualnnya selalau habis.

Berbeda dengan obrolan tukang Cilok. Saya iseng tanya, berapa per hari cilok yang dihabiskan. Ia menyebutkan, rata-rata per hari menghabiskan cilok 500 butir dikali Rp500. Berarti omzet dia dapat Rp250.000 per hari. Ia jualan mulai jam 7 pagi hingga jam 4 sore. Kalau sedang ramai katanya, bisa terjual 700 butir ciklok dengan harga yang sama.

“Sekarang  lagi sepi. Paling 500 butir per hari,” katanya.
Mang Colok menjual ciloknya dengan cara keliling kompleks. Setiap hari dia tidak absen menyapa para pecinta makanan yang kenyal hangat itu. (*)

Posting Komentar untuk "Obrolan Sederhana “Pedagang Kecil” "