Ekspedisi Fantastis 7 Wonders, Menyusuri Surga Kopi Sumatera dengan Daihatsu Terios
Perjalanan fantasitis dari petualangan
Terios 7-Wonders ke Pulau Sumatera. Ekspedisi ini berlangsung selama 15 hari, 10-25
Oktober 2012 sejauh 3.657 kilometer dengan menggunakan tiga unit Daihatsu Terios
HI-Grade Type TX AT (2 unit) dan TX MT (1 unit).
Rombongan sebanyak 10 orang, start di Jakarta dan
berakhir di kilometer 0 Banda Aceh yang terkenal dengan sebutan Serambi Mekkah
itu. Pulau Sumatera yang terkenal dengan sebutan surga kopi akhirnya tertaklukan
dan menyisakan aroma kopi yang menggoda.
Salah satu tujuan perjalanan, memberi
imej Terios memang layak diandalkan sebagai Sahabat Petualang di jalan serta rute
apapun. Panas bukan halangan, hujan tidak jadi rintangan. Perjalanan tim 7 Wonders untuk memperomosikan
tanah air sebagai penghasil kopi yang mulai terkenal ke mancanegara. Termasuk
di dalamnya Kopi Luwak yang hanya satu-satunya diproduksi di Indonesia.
Rombongan berhasil menyusuri 7 sentra
perkebunan kopi legendaries itu. Yakni Liwa – Lampung Barat, Lahat, Pagaralam,
Empat Lawang, Curup–Kepahiang masing-masing Sumatera Selatan. Selanjutnya Mandailing
Natal - Medan dan Takengon.
Tidak hanya itu, sebagai kepedulian
Daihatsu, di perjalanan tim 7 Wonders menyerahkan Corporate Sosial
Responsibility (CSR) kepada Posyandu serta kepada pelaku Usaha Kecil, Mikro dan
mengah (UMKM). CSR tersebut diserahkan di Bengkulu juga 3 ekor sapi kurban di
Masjid Raya - Banda Aceh.
Menguji Keandalan Terios.
Perjalanan ini tidaklah main-main.
Karena, selain jalur yang panjang, mulai Jakarta hingga Banda Aceh, trek sangat
bergelombang. Jakarta sangat nyaman dilalui Terios berkapasitas mesin 1500 CC,
tetapi memasuki sudut-sudut perkebunan kopi, jalan menantang seolah menjajal
keandalan 3 Terios yang menjadi tunggangan 10 anggota tim.
Salah satu medan yang cukup
ekstrem begitu tim 7 Wonders
meninggalkan Kota Lampung menuju
Liwa, lampung Barat. Wilayah ini berupa pegunungan, jalan banyak sekali
tikungan pendek dan tajam, menurun juga menanjak begitu cepat.
Kondisi ini memerlukan ekstra hati-hati saat menempuhnya. Begitupun ketika mamsuki Kota Pagaralam sekitar 20 menit perjalanan dari Kabupaten Lahat, tepatnya di Curup Bengkulu, sepanjang jalan didominasi hutan lebat dan pegunungan. Sebuah jalan yang sangat kontras dengan kondisi jalan-jalan di Jakarta atau bahkan di Pulau Jawa
Kondisi ini memerlukan ekstra hati-hati saat menempuhnya. Begitupun ketika mamsuki Kota Pagaralam sekitar 20 menit perjalanan dari Kabupaten Lahat, tepatnya di Curup Bengkulu, sepanjang jalan didominasi hutan lebat dan pegunungan. Sebuah jalan yang sangat kontras dengan kondisi jalan-jalan di Jakarta atau bahkan di Pulau Jawa
Tiga Terios dan tim juga diuji bentangan
jalan yang udaranya bersuhu 35 celcius. Misalnya perjalanan menuju Bukittinggi
melalui Muko-Muko. Sepanjang jalan didominasi pantai, meski tetap kondisi jalan
menikung, tanjakan dan turunan.
“Petualangan kami melalui rute Pantai Barat memang terasa berbeda. Kalau sebelumnya didominasi pegunungan dan hutan, kini lebih banyak menikmati pemandangan pantai. Selain cuaca panas menyengat berkisar 35 derajat celcius, tikungan-tikungan pun lebih tajam. Sementara karakter tanjakan dan turunannya kurang lebih sama dengan jalur sebelumnya. Performa 3 Terios yang kami bawa ternyata masih tetap mantap. Walaupun kami “siksa” untuk melahap rute yang dilalui, semua berhasil diatasi dengan sempurna,” demikian catatan team.
“Petualangan kami melalui rute Pantai Barat memang terasa berbeda. Kalau sebelumnya didominasi pegunungan dan hutan, kini lebih banyak menikmati pemandangan pantai. Selain cuaca panas menyengat berkisar 35 derajat celcius, tikungan-tikungan pun lebih tajam. Sementara karakter tanjakan dan turunannya kurang lebih sama dengan jalur sebelumnya. Performa 3 Terios yang kami bawa ternyata masih tetap mantap. Walaupun kami “siksa” untuk melahap rute yang dilalui, semua berhasil diatasi dengan sempurna,” demikian catatan team.
Dari catatan itu saja sudah cukup
meyakinkan, bahwa performa tiga Terios yang dikendarai tim 7 Wonders keandalannya terbukti di segala medan dan cuaca.
Kopi Sumatera Kekayaan Indonesia
Kini giliran mengekplorasi kekayaan
alam Indonesia, Kopi Sumatera yang sudah melegenda sejak puluhan bahkan ratusan
tahun silam. Dari 7 destinasi sentra kopi Sumatera, proses pembuatan tidak jauh
berbeda.
Ada yang menggunakan mesin modern
atau campuran antara mesin dengan peralatan tradisional. Baik di Liwa – Lampung
Barat, Lahat, Pagaralam, Empat Lawang atau Curup–Kepahiang, proses pembuatan nyaris
sama. Paling modern pengolahan kopi mengunakan mesin Engerberg Huller produksi
USA dengan penggerak diesel berbahan bakas solar.
Sementara trik memilih biji kopi berkualitas
baik atau menakar kematangan sangria biji
kopi supaya aroma pas, umumnya keahlian yang diwariskan turun temurun.
M Khodis salah seorang penyuluh pertanian
setempat yang juga pemilik kebun kopi, kepada tim 7 Wonders mengatakan, petani
di Liwa sudah berani berinovasi dengan rasa kopinya. Ada dua aroma, yang telah ditemukan,
yakni kopi gingseng dan kopi pinang.
Dengan takaran tertentu dari
hasil ujicoba yang berulang-ulang, campuran kedua bahan baku itu menghasilkan
aroma kopi yang berbeda tanpa meninggalkan kekhasannya. Untuk pengembangan lebih
lanjut, Khodis berharap ada investor yang berminat membantu permodalan.
Yang Beda dari Kopi Luwak
Berikutnya, membuat penasaran tim
7 Wonders soal Kopi Luwak. Kopi yang menggegerkan perkopian dunia itu, selain rasa
yang super duper mantab, juga harganya selangit. Per kilogram di tingkat petani
mulai Rp400.000 hingga jutaan rupiah. Kopi biasa kualitas istimewa, paling mahal
mencapai puluhan ribu rupiah.
Sentra Kopi Luwak, tidak jauh dari
Danau Ranau, danau terbesar kedua di Pulau Sumatera. Dan inilah perbedaan paling
mendasar Kopi Luwak dengan kopi lainnya. Yakni proses pembuatannya.
Menurut pemaparan Pak Hidayat, pemilik
kebun kopi, pembuatan Kopi Luwak mesti melibatkan Musang. Caranya, Musang
diberi makan kopi apakah di kandang atau sebaliknya, dibiarkan keliaran di dalam
kebun.
Musang akan memakan biji kopi terbaik.
Biji kopi yang termakan ini terpermentasikan dalam perut Musang dan keluar
bersama kotoran menggumpal, di mana biji kopi sudah terkelupas tanpa cangkang.
Gumpalan biji kopi itulah kemudian dicuci sebelum dijemur, digarang dan dihaluskan layaknya
membuat kopi lain. Proses inilah yang menakjubkan dari Kopi Luwak. Hingga
kini permenetasi dalam perut Musang belum bias tergantikan oleh permantase sintetis
atau buatan. Sehingga rasa kopinyapun belum tergantikan.
Dari perjalanan tim 7 Wonders juga
dapat disaksikan, pemerintah dan masyarakat di sentra kopi Sumatera sudah
sangat sadar dengan potensi daerahnya. Di Kabupaten Empat Lawang misalnya, Kopi
sudah menjadi mascot daerah. Kopi juga menjadi lukisan batik yang menjadi baju
resmi pegawai pemda. Daun kopi sudah berhasil diolah menjadi kerajinan menarik seperti
untuk wadah tissue.
Menurut Anang petani kopi setempat
kepada tim 7 Wonders, di Kabupaten Empat Lawang hampir semua wilayah terdapat sentra
kopi yang hasilnya sudah bisa diandalkan. Jika musim penan, kopi banyak dikirim
ke daerah lain dan diklaim oleh daerah tersebut. Kopi Ampat Lawang memilki
kekhasan tersendiri. Ia merupakan campuran antara Robusta dan Arabica, wujud Arabica
tetapi aroma Robusta.
Pemerintah daerah dan masyarakat katanya,
sedang mewujudkan showroom perkopian supaya kopi yang melimpah itu benar-benar
dapat member hasil maksimal bagi petani dan masyarakat.
Kita hanya berharap, dari perjalalan
tim 7 Wonders ke surga Kopi ini sedikit banyak memberi arti bagi kekayaan alam
dan budaya Bangsa Indonesia. Minimal kita menyadari, kekayaan negeri
sendiri patut mendapat apresiasi, dilestarikan sebagai identitas warisan
budaya Bangsa Indonesia. Jaya Kopi Luwaknya, Andal Mobil Daihatsu Teriosnya (*)
Posting Komentar untuk "Ekspedisi Fantastis 7 Wonders, Menyusuri Surga Kopi Sumatera dengan Daihatsu Terios"
Silahkan bertanya atau mau komentar...!!!