Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Benar, Rumput Tetangga Lebih Menggoda

Di suatu sore dalam waktu berbeda datang dua orang dengan tujuan meminta bantuan saya. Orang pertama seorang pegawai di sebuah perusahaan telekomunikasi ternama di tanah air. Orang kedua, tukang becak yang tentu saja tidak memiliki lembaga serta nama perusahaan yang tersohor. Semuanya rekan kerja saya dalam hal jasa pencucian (laundry). Mereka berdua telah menjadi mitra saya dalam posisi masing-masing sekitar tiga bulan lalu.

Mungkin karena merasa sangat akrab, mereka berdua berani mengutarakan apa kesulitan yang dihadapinya. Keluhan keduanya ternyata soal finansial. Tegasnya, mereka meminta bantuan pinjaman uang.

Siapapun tentu pernah atau bahkan akan mengalami kondisi sulit termasuk dalam keuangan. Bisa karena orang tua sakit keras butuh biaya berobat yang tak murah, usaha bangkrut dan terlilit utang, di- PHK, anak-anak butuh biaya pendidikan yang semakin mahal meskipun diumumkan gratis. Juga kebutuhan lain yang tidak pernah diprediksi.

Namun sayang, dalam kondisi yang sama, saya sedang memerlukan hal serupa seperti dua kawan yang baik hati ini. Bahkan secara nominal kebutuhan saya lebih besar dari mereka. Bisa dua hingga lima kali lipat. Bila si karyawan itu butuh untuk biaya kuliah dan tukang becak butuh menebus becaknya, saya membutuhkan uang untuk mengembangkan usaha.

Menanggapi permintaan mereka saya hanya berusaha tenang sambil mengatakan dengan sikap hormat, ”saat ini saya sedang tidak memiliki uang”. Tentu saja ungkapan tersebut disampaikan sebaik mungkin agar bisa dipahami serta diterima oleh pikiran orang-orang yang sedang bingung. Maksudnya, selain jaga imej (jaim) supaya tidak ketahuan saya kere, agar mereka yakin sepenuh hati sebenarnya sahabatnya itu bisa menolong jika kondisinya tepat.

Seperti yang sering kita alami, biasanya saat membutuhkan bantuan orang lain terkadang merasa rendah diri bahkan gampang tersinggung. Kata-kata bijak pun bisa dianggap sindiran atau bahkan usiran. Alhasil, dengan ungkapan wajar itu mereka menerima dan memahami kondisi saya sebenarnya.

Kisah kecil ini bagi saya memberi pesan tersembunyi. Saya merasa hanya saya yang selalu memiliki kebutuhan atau tepatnya keinginan di luar apa yang dimiliki bahkan dari apa yang bisa diusahakan. Saat mengerjakan sesuatu untuk memenuhi keinginan itu seolah-olah sedang mengejar bayangan yang wujudnya berada di ketinggian langit. Ternyata orang lain pun mengalami hal serupa.

Dengan peristiwa seolah-olah sepele itu juga pikiran saya kontan menganalogi. Mungkin apa yang saya lihat tentang kemapanan, kebijaksanaan, kepintaran, kesalehan religius seseorang hanyalah aksesoris yang sengaja dikenakan seperti halnya anting, gelang dan lipstik/make up yang bisa menyamarkan wajah sebenarnya. Bisa jadi kesalehan itu sebatas melakat di baju, kemapanan hanya nampak di kendaraan bahkan kecerdasan hanya terungkap dalam kata kepura-puraaan.

Diam-diam muncul ”kesombongan”, ternyata ada orang yang membutuhkan pertolongan dari apa yang mereka lihat tentang diri saya. Sementara hati kecil bertanya, ”apa yang bisa aku berikan kepadamu kawan, selain semangat dan cita-cita atau bisa jadi kepura-puraan?”. (anep paoji).

Posting Komentar untuk "Benar, Rumput Tetangga Lebih Menggoda"