Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Begini Strategi Beli Properti Tanpa Utang Tanpa KPR Menurut Cipto Junaedi

Sedikit kesal saat membaca buku berjudul “Strategi Membeli Banyak Proferti Tanpa Uang Tanpa KPR”. Buku itu karya Cipto Junaedy, diterbitkan oleh Gramedia setebal 117 halaman membahas tentang trik-trik atau resep-resep membeli rumah tanpa uang dan KPR. Persis seperti broker. Bedanya, kalau broker menawakan untuk orang lain sedangkan trik memiliki proferti dalam buku ini untuk dimiliki sendiri.

Menurut pengarangnya, dia memiliki 30 strategi jitu untuk memiliki properti tanpa uang tanpa KPR. Namun yang dibagikan dalam buku tersebut hanya lima strategi. Selebihnya akan diberikan dalam seminar-seminar dia dan peserta langsung disuruh mengecek jawdwal seminar ke website miliknya.

Cipto Djunaedi menyebutkan, strategi memiliki rumah tanpa uang, tanpa utang, tanpa KPR tersebut, pertama melalui “Strategi Media Spot”. Dasar pemikirannya begini. Zaman krisis keungan saat ini, perusahaan besar cenderung menghemat anggaran iklan, terutama untuk iklan di TV yang perdetiknya mencapai ratusan jua rupiah. Alhasil, dengan iklan hanya tayang beberapa detik, dikali perhari tayang, dikali per tahun dikali harga tayang, jumlahnya bisa mencapai triliunan rupiah pertahun.

Menurut Pak Cipto, perusahaan billboard salah satu yang ketibaan rezekinya. Mereka juga membutuhkan media seperti rumah, atau ruko yang bisa dipasang iklan dalam billboard yang harganya per tahunnya relative murah, meski perusahaan billboard sendiri bisa memperoleh keuntungan mencapai 150 persen.

Saran dalam buku itu, supaya dapat membeli tanpa uang tanpa KPR,  harus proferti yang ditawarkan letaknya di daerah strategis. Di tengah kota, di pusat perbelanjaan atau pusat perkantoran. Kita sebagai pembeli (broker), mesti pintar-pintar menawar kepada penjual lebih cepat dan taktis.

Hanya saja, namanya membeli minimal harus ada DP atau tanda jadi. Kata buku itu, tanda jadi, DP atau malah bayaran total bisa dipatahkan.

Bagaimana caranya? Kira kira begini. Untuk memperoleh DP yang rata-rata 20 persen itu hal mudah, demikian juga untuk memperoleh tanda jadi. Strateginya, komitmen dulu kepada penjual proferti. Katakan tanda jadi akan dibayar beberapa bulan ke depan. Ini mirip jurus para broker proferti -yang bila tak laku sekian bulan tidak ada DP atau tanda jadi - silahkan dijual kepada yang lain.

Untuk menghindari uang muka dan DP, bisa juga dengan memberikan bonus atau istilah pengarang “permen”. Misalnya, penjual dijanjikan, pajak dan biaya notaris akan ditanggung oleh kita.

Kembali trik Media Spot tadi, dijelaskan bahwa, ketika kita menemukan kesepakatan jadi membeli proferti yang kita tawar. Si pembeli (kita) secepatnya membuat penawaran kepada perusahaan bolboard agar mereka memasang iklan di peroferti yang sedang kita tawar.

Tujuannya, supaya hasil sewa spot tersebut bisa dibayarkan kepada penjual. Supaya nilai sewanya besar, kepada penyewa spot ditekankan harus dalam jangka waktu panjang, misalnya 5 hingga 15 bayar dimuka.

Di samping itu, bila proferti tersebut beberapa lantai, setiap lantai bisa disewakan juga. Misalnya lantai satu untuk pertokoan, lantai dua untuk kantor dengan tarif sewa bayar dimuka. Bila mulus, dari sewa tersebut, jumlah uang bisa melebihi uang yang ditawarkan oleh penjual.

Ini sama halnya dengan bila kita punya rumah, sewakan untuk kosa-kosan, untuk warnet, untuk laundry plus warung. Meski menurut Pak Cipto model seperti ini kurang menguntungkan karena nilai sewanya rendah.

Dari satu strategi di atas, saya sedikit bertanya, bagaimana bila proferti tersebut lokasinya di daerah bukan perkotaan yang tidak dilirik oleh para pesamang iklan, billboard? Bisakah hasil sewa itu melebihi harga 100 persen dari nilai jual proferti itu?

Secara positif, stratgi seperti ini perlu dicoba dan ternyata menurut pengakuan dalam testimony sudah banyak yang berhasil. Namun rasanya tidak bisa berlaku di sembarang tempat. Terutama bila lokasi-loaski tertentu yang tidak memungkinkan para pemasang iklan maliriknya.

Selain itu saya ada kritik terhadap buku ini. Dar sisi penyampaian, buku ini seperti ebook yang dijual secara online. Selain bahasannya bertele-tele dan cenderung memperolek-olok orang lain. Misalnya kepada penganut KPR dalam membeli rumah. Baginya, orang seperti itu orang bodoh yang terbagi beberapa “tingkatan bodoh”.

Lebih mengesalkan lagi, buku itu tak ubahnya leaflet seminar. Hampir setiap bahasan selalau menyarankan pembaca mengunjungi website yang mencantumkan jadwal kegiatan seminar di berbagai kota.

Berkaca dari buku ini, ke depan, sepertinya leaflet-leaflet berisi ajakan seminar, palatihan akan seperti buku. Pembaca sudah beli mahal, promosi seminarpun dibeli. Lebih parah lagi kata orang-orang yang pernah  mengikuti seminarnya, masih harus terus ikut seminar dangan tarif antara jutaan rupiah. (*)


Posting Komentar untuk "Begini Strategi Beli Properti Tanpa Utang Tanpa KPR Menurut Cipto Junaedi"