Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Salahkah Norman Kamaru Jualan Bubur?

EKONOMI KREATIF – Beberapa hari terakhir media online banyak memberitakan Norman Kamaru, mantan anggota Brimob Gorontalo yang terkenal dengan life sing Caiya-Caiya,  kini berganti profesi jualan bubur.

Dikisahkan, Norman Kamaru menjual Bubur di Jakarta karena karir keartisannya meredup justeru setelah keluar dari kepolisian. Sebuah berita online  mendeskripsikan, “Norman Kamaru dengan wajah agak lusu, melayani para konsumen bubur”.

Dari beberapa berita onlien tersebut,  kesan yang dimunculkan, Norman Kamaru  seolah-olah menderita dengan karir baru jualan buburnya itu. Seolah-olah jalan yang dipilih  pria asal Gorontalo tersebut sebuah kesalahan fatal sehingga tidak patut ditiru.  Apalagi mengaitkan dengan imej tukang bubur yang kumel dengan penggiringan kesan, jualan bubur tidak menjanjikan secara finanasial.

Salahkah Norman Kamaru berjualan bubur? Apakah Norman Kamaru punya masa depan gemilang? Tentu saja jawabannya tidak bisa hitam - putih. Tergantung dari sudut pandang atas tidakan tersebut.

Namun hemat saya, kiprah baru sebagai penjual bubur merupaan langkah awal untuk meraih kehidupan sukses di masa depannya. Ia sangat paham, karir keartisan tidak seperti yang dibayangkan, gugur sebelum berkembang, ia pun langsung banting setir.

Tentu, yang merasakan Norman Kamru sendiri. Tetapi ia tidak menyerah dengan keadaannya. Lepas karir yang satu, terjun ke karir yang lain. Ia tidak mengurung diri, malu bahkan bertindak prustasi.

Sikap seperti itulah yang patut dihargai. Mungkin saja ia seorang tukang bubur, tetapi bisa jadi penghasilan secara finansial melebihi pekerjaan sebelumnya. Bisa saja orang menyayangkan dengan keputusannya berjualan bubur, tetapi bisa jadi ia lebih bahagia dengan kehidupannya mencari “sesuap nasi dan sebongkah berlian” dari cara yang halal.

Telah banyak kisah-kisah yang menginpirasi, seorang pengusaha sukses ternyata berasal dari emper toko. Kita pernah mendengar betapa sedihnya seoang Mas Mono, penjual ayam goreng yang terkenal dengan sedekahnya, sempat terusir dari trotoar. Akan tetapi, sebenarnya usiran itu langkah menuju kesuksesan bisnis ayam gorengnya.

Artinya, di sini tidak melihat salah atau tepatnya sebuah keputusan seseorang, tetapi langkah yang mereka ambil yang harus diambil hikmah. Pantang menyerah, mencoba bangkit dari setiap keterpurukan. (*)