Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Calo Pegadaian dan Samping Lusuhnya





EKONOMI KREATIF - Jangan pikir, calo itu hanya ada di stasiun kereta api, terminal bus atau calo anggaran di DPR. Ada calo lain yang masih eksis. Diantaranya calo di pegadaian yang bekerja membantu calon nasabah yang tidak ingin langsung berhubungan dengan pegadaian.

Tak percaya, coba saja iseng berhenti di depan pintu gerbang kantor pegadaian. Tak lama kemudian, pasti akan ada yang bertanya dengan ramah, akan menggadaikan apa, atau bisa kami bantu. Mereka umumnya ibu-ibu (maaf) berpakaian kusam, berselendang kain batik lusuh.

Mungkin, awalnya banyak orang yang malu berangkat kepegadaian, hingga lebih baik meminta bantuan para calo. Memang, dulu orang yang berangkat ke pegadaian, terkesan hidupnya sudah sangat bangkrut sehingga satu-satunya jalan menyelamatkan hidup menggadaikan barang yang dimilikinya. Zaman dulu, barang-barang yang bisa digadaikan sangat unik. Mulai kain batik hingga setrika listrik.

Kini kondisinya berbeda. Pegadaian tak seperti tempat rongsokan. Barang yang digadaikan sangat selektif. Untuk peralatan elektronik seperti tape recorder, presser, TV, LCD, HP dan laptop akan diterima tergantung mereknya. Nilai taksirannyapun tak terlalu mahal.  Bahkan pegadaian syariah, hanya menerima emas, baik berupa perhiasan maupun batangan (Logam Mulia/LM).

Mungkin karena saat ini, peralatan elektronik sangat murah dan harganya cepat sekali turun. Pegadaian merupakan lembaga bisnis, mereka juga tak mau rugi. Berbeda dengan emas. Sekecil atau sebesar apapun emas, akan diterima dan pencairan hanya beberapa menit bila tidak antre.

Kembali pada calo pegadaian. Para calo ini sudah bekerja sangat lama bahkan turun temurun. Salah satunya calo di Pegadaian Tasikmalaya yang saya temui.
Namanya Ma Ucu — demikian orang-orang memanggil. Usinya sekitar 55 tahun. Ia mengaku sejak tahun 1985 memulai karir di bidang percaloan. Dulu katanya, kain batik pun bisa digadaikan. Kini paling untung emas atau barang elektronik yang mahal haragnya.

Soal jasa dia tidak mematok, berapapun diberi nasabah. Ia hanya membantu. Saking seringnya, pelanggan sangat akrab. Banyak nasabah kliennya tak mau berurusan meski masa jatuh tempo pembayaran tiba. Ma Ucu mengambil inisiatif. Ia memperpanjang gadaian kliennya dengan memperbesar pinjaman sekedar menutup bunga pinjaman.

Calo seperti Ma Ucu punya manajemen tersendiri dalam mengelola kliennya. Ia punya catatan dalam buku kecil. Nama kliennya, alamat hingga nomor telpon termasuk tanggal jatuh tempo. Bila kliennya lupa bayar padahal sudah jatuh tempo, ia akan menghubunginya melalui telpon. Apakah barang dilelang, diperpanjang atau ditebus.

Hal ini sebagai kehati-hatian jangan dia disalahkan karena dokumen kliennya hilang. Semua tanggungjawab ada pada dirinya. Di pegadaian bukan nama klien, tetapi nama dirinya. Kliennya pun tidak akan bisa menebus tanpa tandatangan dia.

Klien yang dia layani berbagai macam profesi. Ia menunjukkan beberapa slip pinjaman, mulai masyarakat biasa hingga anggota polisi. Jumlah lembarannya cukup banyak. Ia mengikatanya dengan karet gelang supaya tidak acak-acakan.
Namun hal serupa tidak saya temui di pegadaian syariah. Mungkin karena alasan di atas tadi. Di Pegadaian Syariah, barang yang bisa dijaminkan hanya emas, baik LM maupun perhiasan.

Masyarakat yang akan menggadaikan tidak dibuat malu dengan membawa barang besar. Membawa emas, satu kilogram pun cukup dengan tas kecil. Tetapi hasil gadaiannya cukup besar. (*)


Posting Komentar untuk "Calo Pegadaian dan Samping Lusuhnya"